>


Dinas Kesehatan, Pengendali dibalik Meja




Medianias.ID _ Di atas kertas, puskesmas punya wewenang menyusun sendiri rencana kegiatan Dana BOK berdasarkan kebutuhan wilayah kerjanya. Namun dalam praktiknya, rencana tersebut harus melalui serangkaian persetujuan—mulai dari Dinas Kesehatan hingga Kementerian Kesehatan—sebelum bisa dijalankan. Di titik inilah, ruang koordinasi berubah menjadi kendali terselubung.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Nias Selatan, Emanuel Duha, menyampaikan bahwa puskesmas memang menyusun kegiatan melalui aplikasi e-Renggar milik Kementerian Kesehatan, tetapi alokasi dana terlebih dulu ditentukan oleh dinas, berdasarkan pagu pusat dan sejumlah indikator. *“Puskesmas menyusun kembali kegiatannya sesuai menu yang sudah diatur oleh Kementerian Kesehatan dan pagu alokasi yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan,”ujarnya dalam jawaban tertulis kepada redaksi.*

Puskesmas tidak sepenuhnya bebas menyusun kegiatan berdasarkan prioritas lokal. Mereka harus mengacu pada daftar menu kegiatan yang disediakan sistem, serta menyesuaikan nilai anggaran sesuai pagu yang sudah dibagi dinas. Proses ini kemudian diuji kembali dalam desk dengan pihak Kementerian, yang dilakukan secara daring melalui Zoom. Jika usulan puskesmas dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka akan dicoret.

Namun, Emanuel membantah adanya kegiatan yang harus “disesuaikan” untuk bisa dicairkan. “TIDAK,” tulisnya tegas saat ditanya apakah kegiatan perlu diubah agar bisa disetujui. Ia menyebut bahwa seluruh proses penyaluran mengikuti ketentuan Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan, termasuk soal validasi Rencana Penarikan Dana (RPD) oleh Dinas.

Dinas Kesehatan tidak dominan dalam hal ini,” lanjutnya. “Kami hanya berkoordinasi dan membimbing puskesmas agar pelaksanaan sesuai aturan.

Yang luput dari perhatian publik, Dinas Kesehatan juga menerima alokasi BOK tersendiri. Tahun 2024, jumlahnya mencapai lebih dari Rp6 miliar, terpisah dari Rp36 miliar yang dialokasikan untuk 36 puskesmas. Dana ini diperuntukkan bagi kegiatan pembinaan, pemantauan, dan evaluasi atas pelaksanaan BOK di lapangan, sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis resmi. Fungsi ini termasuk penyelenggaraan pelatihan, monitoring ke lapangan, forum koordinasi lintas sektor, serta pelaporan ke Kementerian.

Namun dalam banyak kasus, pembinaan yang dimaksud justru berubah menjadi kendali terhadap rencana puskesmas. Beberapa kepala puskesmas mengaku rencana mereka kerap diarahkan ke kegiatan yang lebih mudah dipertanggungjawabkan secara administratif, namun kurang berdampak nyata di lapangan.

Dalam klarifikasinya, Emanuel juga merujuk Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/2001/2024 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana BOK Tahun Anggaran 2025. Ia menyebut bahwa dalam aturan tersebut, khususnya Bab III, sangat jelas bahwa puskesmas memegang peran utama dalam perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan.

Namun realitasnya tidak sesederhana itu. Meski regulasi menempatkan puskesmas sebagai pelaksana utama, kendali administratif tetap berada di tangan dinas. Validasi pencairan dana, penyesuaian rencana, hingga pembatasan menu kegiatan menjadi instrumen yang secara de facto membatasi ruang gerak puskesmas.

Pola ini menimbulkan pertanyaan besar: seberapa besar sebenarnya ruang yang dimiliki puskesmas untuk merancang solusi berdasarkan kebutuhan masyarakatnya?

Meski Emanuel menegaskan bahwa kementerian yang menentukan jenis kegiatan dan dinas hanya membimbing, realitasnya, dinas tetap menjadi aktor penentu dalam proses penganggaran dan pencairan. Di titik inilah, fungsi koordinasi dan bimbingan rawan berubah menjadi intervensi dan kontrol.

Masukkan alamat email anda untuk menerima update berita: