Benarkah Mahalnya Harga Avtur Akibat Monopoli Pertamina ?
MediaNias.ID - Jakarta : Tingginya Harga avtur di Indonesia belakangan ini menjadi salah satu penyebab mahalnya harga tiket pesawat udara.
Bahkan sekarang berimbas ke industri hotel dan restoran serta meningkatnya tarif kargo udara seperti yang dikeluhkan oleh penumpang pesawat.
Presiden Joko Widodo cukup kaget setelah mendapat laporan dari Chairul Tandjung dan Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani bahwa harga avtur tinggi menyebabkan harga tiket pesawat mahal dan omset pemesanan hotel menjadi menurun.
Harga avtur di negara kita ternyata memang benar lebih mahal dibandingkan negara-negara lainnya, dan bahkan menurut Indonesia National Air Carriers Association (INACA), harga avtur kita rata-rata 13 persen di atas negara anggota ASEAN lainnya.
Hal ini tentu saja mempengaruhi operasional maskapai-maskapai penerbangan, karena harga avtur merupakan sekitar 40 persen dari cost yang ada di harga tiket pesawat.
Sebagaimana diketahui, selama ini penjualan avtur dimonopoli oleh PT Pertamina (Persero), sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengatur BBM di Indonesia.
Kemudian menjadi pertanyaan, apakah dengan monopoli penjualan avtur oleh Pertamina menyebabkan terjadinya harga avtur tinggi dan tidak kompetitif dengan harga pasaran dunia?
Coba kita bandingkan harga avtur dengan beberapa negara tetangga, bahkan bisa terpaut kurang lebih 30 persen.
Perbedaan harga avtur yang tinggi tersebut harus dibenahi agar memiliki daya saing atau terjadi kompetitif dengan harga di pasaran.
Sebaiknya memang Pertamina dapat diberi dua pilihan, yaitu menyamakan harga avtur dengan harga internasional, atau pemerintah akan mendatangkan kompetitor terkait penjualanan avtur di dalam negeri.
Monopoli Pertamina di dalam menjual avtur sebaiknya segera diakhiri, dengan memberikan peluang kepada perusahaan lain untuk menjual avtur dengan harga yang lebih kompetitif.
Menanggapi tingginya harga avtur tersebut, pihak Pertamina pernah menyampaikan beberapa penyebab, yaitu tingginya cost distribusi karena wilayah Indonesia yang sangat luas, dari Sabang sampai Merauke.
Berbeda dengan Singapura yang hanya terpusat di Changi saja, sehingga lebih murah, sedangkan Pertamina harus mendistribusikan avtur ke lebih dari 60 bandar udara.
Selain masalah distribusi, Pertamina juga menghadapi kendala kualitas kilang minyak Indonesia cukup tua, berdasarkan Nelson complexity Index (NCI)-nya rendah.
Beban lain adalah Pertamina juga diwajibkan membayar fee kepada Angkasa Pura di beberapa bandar udara besar dan juga harus membayar fee 0,03 persen ke BPH Migas.
Oleh sebab itu, Presiden Jokowi akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pada hari ini untuk meminta kejelasan harga avtur di dalam negeri.
Harapannya agar pemerintah bisa menghapus berbagai fee tersebut karena persaingan di masa mendatang semakin ketat. Apalagi dengan adanya pasar bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memungkinkan perusahaan lain bisa masuk ke pasar avtur.
Bahkan sekarang berimbas ke industri hotel dan restoran serta meningkatnya tarif kargo udara seperti yang dikeluhkan oleh penumpang pesawat.
Presiden Joko Widodo cukup kaget setelah mendapat laporan dari Chairul Tandjung dan Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani bahwa harga avtur tinggi menyebabkan harga tiket pesawat mahal dan omset pemesanan hotel menjadi menurun.
Harga avtur di negara kita ternyata memang benar lebih mahal dibandingkan negara-negara lainnya, dan bahkan menurut Indonesia National Air Carriers Association (INACA), harga avtur kita rata-rata 13 persen di atas negara anggota ASEAN lainnya.
Hal ini tentu saja mempengaruhi operasional maskapai-maskapai penerbangan, karena harga avtur merupakan sekitar 40 persen dari cost yang ada di harga tiket pesawat.
Sebagaimana diketahui, selama ini penjualan avtur dimonopoli oleh PT Pertamina (Persero), sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengatur BBM di Indonesia.
Kemudian menjadi pertanyaan, apakah dengan monopoli penjualan avtur oleh Pertamina menyebabkan terjadinya harga avtur tinggi dan tidak kompetitif dengan harga pasaran dunia?
Coba kita bandingkan harga avtur dengan beberapa negara tetangga, bahkan bisa terpaut kurang lebih 30 persen.
Perbedaan harga avtur yang tinggi tersebut harus dibenahi agar memiliki daya saing atau terjadi kompetitif dengan harga di pasaran.
Sebaiknya memang Pertamina dapat diberi dua pilihan, yaitu menyamakan harga avtur dengan harga internasional, atau pemerintah akan mendatangkan kompetitor terkait penjualanan avtur di dalam negeri.
Monopoli Pertamina di dalam menjual avtur sebaiknya segera diakhiri, dengan memberikan peluang kepada perusahaan lain untuk menjual avtur dengan harga yang lebih kompetitif.
Menanggapi tingginya harga avtur tersebut, pihak Pertamina pernah menyampaikan beberapa penyebab, yaitu tingginya cost distribusi karena wilayah Indonesia yang sangat luas, dari Sabang sampai Merauke.
Berbeda dengan Singapura yang hanya terpusat di Changi saja, sehingga lebih murah, sedangkan Pertamina harus mendistribusikan avtur ke lebih dari 60 bandar udara.
Selain masalah distribusi, Pertamina juga menghadapi kendala kualitas kilang minyak Indonesia cukup tua, berdasarkan Nelson complexity Index (NCI)-nya rendah.
Beban lain adalah Pertamina juga diwajibkan membayar fee kepada Angkasa Pura di beberapa bandar udara besar dan juga harus membayar fee 0,03 persen ke BPH Migas.
Oleh sebab itu, Presiden Jokowi akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pada hari ini untuk meminta kejelasan harga avtur di dalam negeri.
Harapannya agar pemerintah bisa menghapus berbagai fee tersebut karena persaingan di masa mendatang semakin ketat. Apalagi dengan adanya pasar bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memungkinkan perusahaan lain bisa masuk ke pasar avtur.